Kamis, 25 Juni 2015

Mengapa angin terasa sejuk ?

Mengapa angin terasa sejuk ?


Jika sedang kepanasan membara  lalu tiba-tiba angin berhembus pelan, tubuh pun terasa segar. Biasanya hembusan angin terasa sejuk. Mungkin anda pernah merasakan hembusan angin terasa panas ?  Udara bisa terasa panas atau dingin tetapi angin cenderung sejuk atau dingin. Mengapa hembusan angin terasa sejuk ?
Angin adalah udara yang berpindah tempat karena perbedaan tekanan udara. Angin juga bisa terjadi akibat rotasi bumi tetapi mengenai hal ini tidak diulas pada tulisan ini. Angin biasanya berpindah dari tempat yang mempunyai tekanan udara tinggi ke tempat yang mempunyai tekanan udara rendah. Tekanan udara berkaitan dengan kerapatan atau massa jenis udara. Pada ketinggian yang sama, udara yang mempunyai kerapatan atau massa jenis lebih besar mempunyai tekanan yang lebih besar. Sebaliknya udara yang mempunyai kerapatan atau massa jenis kecil mempunyai tekanan yang lebih kecil.
Massa jenis atau kerapatan udara berkaitan dengan volume udara. Semakin besar volume udara semakin kecil kerapatan udara. Salah satu sifat benda adalah memuai jika dipanaskan dan menyusut jika didinginkan (kecuali air. Air berperilaku menyimpang antara suhu 0 oC sampai 4oC). Udara yang panas biasanya memuai sehingga volumenya bertambah. Karena volume bertambah maka kerapatan udara panas berkurang. Udara panas yang kerapatannya berkurang secara alami bergerak ke atas menuju tempat yang mempunyai kerapatan lebih kecil. Jika di sekitar udara yang panas terdapat udara yang lebih sejuk maka udara yang lebih sejuk secara alamiah langsung bergerak menuju posisi awal udara panas.
Pada mulanya tubuh kita kepanasan karena udara di sekitar kita lebih panas. Panas secara alami berpindah dari udara yang panas menuju tubuh kita yang lebih dingin. Akibatnya tubuh kita menjadi kepanasan. Ketika ada angin, udara panas berpindah tempat (bergerak ke atas) dan posisinya digantikan oleh udara yang lebih dingin. Adanya perbedaan suhu antara tubuh kita yang lebih panas dengan udara yang lebih dingin menyebabkan panas dari dalam tubuh kita berpindah menuju udara yang lebih dingin. Kita merasa sejuk atau dingin karena sebagian panas dalam tubuh kita telah berpindah menuju udara dingin

Sumber : http://gurumuda.net/mengapa-angin-terasa-sejuk.htm

Aerosol Gunung Berapi, Bukan Polutan, Meredam Pemanasan Global

Aerosol Gunung Berapi, Bukan Polutan, Meredam Pemanasan Global



Berawal dari upaya mencari petunjuk tentang mengapa bumi tidak mengalami pemanasan pada tingkat yang telah diperkirakan para ilmuwan antara tahun 2000 dan 2010, tim riset dari University of Colorado Boulder kini beralih pada penyebab yang selama ini tersembunyi: puluhan gunung berapi yang memuntahkan sulfur dioksida.
Hasil penelitian mereka pada dasarnya mencabut tudingan bersalah pada negara-negara Asia, termasuk India dan Cina, yang diperkirakan telah meningkatkan emisi sulfur dioksida industri hingga 60 persen dari tahun 2000 hingga 2010 lewat pembakaran batubara, ungkap penulis utama studi Ryan Neely. Sejumlah kecil emisi sulfur dioksida dari permukaan bumi pada akhirnya membumbung naik setinggi 12 hingga 20 mil ke lapisan aerosol stratosfir di atmosfer, tempat di mana reaksi kimia menciptakan asam sulfat dan partikel air yang memantulkan kembali sinar matahari ke luar angkasa, mendinginkan planet ini.
Neely menunjuk beberapa pengamatan sebelumnya yang memperlihatkan bahwa meningkatnya aerosol di stratosfir sejak tahun 2000 justru mengimbangi 25 persen tingkat pemanasan yang diduga hasil dari pelepasan emisi gas rumah kaca oleh manusia. “Penelitian baru ini menunjukkan bahwa sejumlah emisi dari gunung berapi yang kecil hingga menengah telah memperlambat pemanasan planet ini,” tegas Neely, seorang peneliti dari Cooperative Institute for Research in Environmental Sciences.
Studi yang dipubikasikan secara online dalam jurnal Geophysical Research Letters ini sebagian dilakukan untuk menyelesaikan dua hasil studi sebelumnya yang saling bertentangan mengenai asal usul sulfur dioksida di stratosfer. Salah satunya studi tahun 2009 yang dipimpin Hoffman David dari NOAA, yang menunjukkan bahwa peningkatan aerosol di stratosfer mungkin berasal dari meningkatnya emisi sulfur dioksida di India dan Cina. Sebaliknya, studi tahun 2011 yang dipimpin Vernier menunjukkan bahwa letusan gunung berapi berperan dalam meningkatkan partikulat tersebut di stratosfer.
Studi baru ini juga didasarkan pada studi tahun 2011 yang dipimpin Salomo, yang menunjukkan bahwa aerosol di stratosfer meredam sekitar seperempat dari pemanasan efek rumah kaca di bumi selama dekade terakhir.
Studi baru ini bergantung pada pengukuran jangka panjang perubahan “kedalaman optik” lapisan anaerosol di stratosfir, dengan mengukur tingkat transparansinya, kata Neely. Sejak tahun 2000, kedalaman optik di lapisan aerosol stratosfir telah meningkat sekitar 4 hingga 7 persen, yang berarti sedikit lebih buram sekarang dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Implikasi terbesarnya di sini adalah agar para ilmuwan perlu lebih memperhatikan letusan kecil dan sedang gunung berapi saat mencoba memahami perubahan iklim bumi,” saran Brian Toon dari Departemen Ilmu Atmosfer dan Kelautan University of Colorado, Boulder, “Namun secara keseluruhan, letusan-letusan ini tidak akan menangkal efek rumah kaca. Emisi gas vulkanik bersifat naik dan turun, membantu mendinginkan atau memanaskan planet ini, sementara emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia terus meningkat.”
Kunci dari hasil studi ini mengkombinasikan penggunaan dua model komputer yang canggih. Salah satunya Whole Atmosphere Community Climate Model (WACCM) Versi 3, yang dikembangkan oleh NCAR dan yang secara luas digunakan di seluruh dunia oleh para ilmuwan untuk mempelajari atmosfer. Tim riset memasangkan WACCM dengan model kedua, Community Aerosol and Radiation Model for Atmosphere (CARMA), yang telah dikembangkan oleh tim riset di bawah pimpinan Toon dalam beberapa dekade ini, dan memungkinkan para peneliti mengkalkulasi properti aerosol tertentu.
Tim riset menggunakan superkomputer Janus di kampus untuk menjalankan tujuh unit komputer sekaligus, masing-masing komputer mensimulasikan aktivitas 10 tahun atmosfer terkait dengan pembakaran batubara di Asia maupun emisi gunung berapi di seluruh dunia. Masing-masing pengoperasian memakan waktu sekitar seminggu, setara dengan waktu yang bisa dicapai dengan komputer yang menggunakan 192 prosesor, memungkinkan tim untuk memisahkan antara polusi batubara dari Asia dan kontribusi aerosol dari letusan kecil gunung berapi di seluruh dunia.
Para ilmuwan mengatakan bahwa set data iklim 10 tahun yang dikumpulkan untuk studi ini tidak cukup lama untuk bisa menentukan tren perubahan iklim. “Makalah ini membahas soal relevansi langsung dengan pemahaman kita tentang dampak manusia terhadap iklim,” jelas Neely, “Ini pastinya menarik bagi mereka yang mempelajari sumber variabilitas iklim 10-tahunan, dampak global dari polusi lokal dan peran gunung berapi.”
Jika letusan kecil dan menengah gunung berapi menutupi sebagian pemanasan akibat ulah manusia, maka letusan yang lebih besar dapat berefek jauh lebih besar, ungkap Toon. Sewaktu Gunung Pinatubo di Filipina meletus tahun 1991, jutaan ton sulfur dioksida yang terpancar ke atmosfer sedikit mendinginkan bumi selama beberapa tahun ke depan.

Sumber : http://www.faktailmiah.com/2013/03/02/aerosol-gunung-berapi-bukan-polutan-meredam-pemanasan-global.html

Ilmu Fisika dan Keselamatan di Jalan Raya

Ilmu Fisika dan Keselamatan di Jalan Raya

Ilmu fisika dan keselamatan di jalan raya memiliki hubungan yang dapat di uraikan secara logika. Hubungan ilmu fisika dan keselamatan berkendara di jalan raya dapat dilihat dari sisi pengendara dan kendaraan yang digunakan.

Ilmu Fisika Dan Keselamatan Di Jalan Raya

Dalam proses pengereman, jarak pandang pada suatu kecepatan tinggi dan kecepatan merespon dari kejadian mendadak dijalan raya adalah sebagian kejadian fisika yang ada di jalan raya.

Contoh Kejadian Ilmu Fisika Dan Keselamatan Di Jalan Raya

Suatu kecelakaan dijalan raya yang diakibatkan sopir yang mengantuk. Ada dua hal yang dapat dipelajari dari kecelakaan yang bermula dari sopir mengantuk ini. Pertama, jangan mengemudikan kendaraan dalam keadaan mengantuk. Berhentilah di tempat peristirahatan yang telah disediakan, dan beristirahatlah. Namun, jika sudah terlalu mengantuk, berhentilah di bahu jalan, nyalakan lampu hazard, dan beristirahatlah. Kedua, manusia memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

Kodratnya sebagai makhluk pejalan kaki, manusia hanya mampu mengantisipasi sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya jika ia bergerak di bawah 10 km/jam. Jika bergerak di atas itu, ia tidak bisa menghindar. Kemampuan ini berhubungan dengan kecepatan manusia dalam bereaksi. Umumnya manusia memerlukan 0,8 sampai 1 detik untuk bereaksi. Jika seseorang melajukan kendaran dengan kelajuan 50 km/jam, maka waktu 1 detik untuk bereaksi itu sama dengan 14 meter (dibulatkan). Sebab, 50 km/jam sama dengan 14 m/s. Dan mobil yang melaju 50 km/jam memerlukan 14 m untuk sepenuhnya berhenti. Jadi, jarak total yang diperlukan untuk sepenuhnya berhenti adalah 28 m. Pada kecepatan sebesar 90 km/jam, total jarak yang diperlukan 70 m. Sedangkan pada kelajuan 130 km/jam, total jarak yang diperlukan 129 m.
Dan masih banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keselamatan di jalan raya, konsentrasi, kelayakan kendaraan, kelayakan jalan, hati-hati dan prinsip mengutamakan keselamatan bersama menjadi faktor penting selain penerapan ilmu fisika dan keselamatan di jalan raya.

Sumber : http://fisikazone.com/fisika-dan-keselamatan-di-jalan-raya/